Translate


Setelah ditunggu-tunggu, calon pemimpin di desa Si Kabayan  akhirnya muncul.  Semuanya dua calon. Calon pertama, tua. Calon kedua, muda, ganteng dan kaya pula.
“Kang, mau pilih siapa nanti? Si Aki atau si Ganteng?” tanya Iteung, istrinya, ketika melihat Kabayan duduk bingung sambil melototin selebaran berisi calon pemimpin di desanya.
Yang dimaksud si aki adalah calon yang sudah tua tadi yang umurnya lebih dari 70 tahun, sementara si Ganteng, adalah calon muda yang umurnya di bawah lima puluh tahunan.
“Bingung akang mah, Nyi.  Mau pilih si aki, takut nanti ngak bisa kerja melaksanakan tugasnya. Padahal, desa kita kan luas, Nyi. Mana kuat dia? Sementara mau  pilih yang muda, takut ngak ada pengalaman. Akang khawatir mimpinnya semaunya,” jawab Kabayan. “Nyai ada saran?”
Nyi Iteung mendekati Kabayan, lalu duduk emok, di samping suaminya.
“Kalau menurut Nyai mah, mending pilih yang muda, Kang. Kita jangan sangsikan pengalamannya. Dia kan sarjana, pengusaha sukses dan kaya. Dia pasti akan bekerja baik untuk desa kita. Satu hal lagi, dia  pasti ngak mungkin korupsi karena duitnya segudang. Artinya, dana pembangunan betul-betul untuk membangun.”
“Benar juga, Nyi….” Si Kabayan mengambil napas sejenak.  “Tapi, Nyi, akang takut dosa kalau ngak pilih si Aki…. Takut kualat juga…!”
“ Ah si Akang mah. Urusan pilih-pilih mah jangan dikaitkan dengan dosa dan kualat atuh…”
“Benar Nyi….Tapi, masak Nyai ngak takut dosa juga?” tanya Kabayan.
“Memangnya kenapa gitu, Kang?”
Haar, masak Nyai lupa, kan calon yang tua teh Abah, mertua akang alias Bapak Nyai!”
Iteung baru sadar, “Gusti Allah, iya, Nyai lupa….!”
Si Iteung buru-buru keluar rumah, mau ke rumah Abah. Dia baru ingat, yang nyalon pemimpin di desanya, memang bapaknya sendiri. Abah.

Sepeninggal istrinya Si Kabayan tersenyum.  Dia buru-buru pergi, menuju rumah si Ganteng. “Siapa tahu dia ngasih buat beli beras dan rokok…,” batinnya. ***

About Me